Penulis adalah anak asli Papua asal Wonti – Waropen yang tumbuh bersama hujan dan matahari di timur negeri ini. Ia belajar membaca dari dinding-dinding kampung, dan belajar menulis dari luka-luka yang tak pernah diajarkan di sekolah.
Baginya, menulis bukan sekadar merangkai kata, tetapi merawat ingatan. Bukan hanya tentang menyampaikan pesan, tetapi juga membela yang bisu.
Suara dari Timur Matahari adalah karya fiksi pertamanya yang ditulis dengan hati yang penuh harap dan perlawanan. Melalui kisah ini, penulis ingin membagi kegelisahan, menyuarakan keadilan, dan meletakkan setitik cahaya di lorong panjang perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM) Orang Asli Papua.
Ia percaya bahwa cerita bisa menjadi jembatan—antara yang luka dan yang peduli, antara yang ditindas dan yang mulai menyadari.
Penulis kini tinggal di Jayapura sebagai pemerhati hak-hak asasi manusia melalui LSM – Yayasan Sahabat Tangan Orang Samaria (YASTOS), sambil terus menulis, mendengar, dan belajar mencintai tanah ini untuk menantikan fajar yang tidak pernah terlambat terbit dari ufuk Timur.
Ulasan
Belum ada ulasan.